Dalam sejarah Islam kita akan mendapati betapa kesetiaan dan kecintaan para sahabat yang tiada taranya terhadap Nabi Muhammad SAW. Zaid bin Ad Du-Tsunnah ketika hendak dihukum pancung kaum Quraisy, oleh Abu Sufyan ditanya, ''Zaid! Relakah engkau andai kata Muhammad berada pada tempatmu, sedangkan engkau aman tenteram di tengah-tengah keluargamu?
''Dengan tegas Zaid menjawab, ''Jangan kan yang itu, bahkan di saat aku dalam keadaan seperti sekarang ini, aku tak akan rela andai kata Rasulullah dicucuk duri di rumah beliau.'' Menyaksikan betapa cinta Zaid dan bersedianya dia menebus Rasulullah dengan jiwa raganya, Abu Sufyan menggeleng-gelengkan kepala.
Katanya, ''Saya belum pernah melihat seseorang yang dicintai oleh para sahabatnya seperti mereka mencintai Muhammad.'' Kemudian Zaid dipancung batang lehernya, gugur sebagai syahid. Zaid melambangkan cinta kasih, iman, dan loyalitas yang tidak ada taranya terhadap Islam.
Seorang tawanan Quraisy lainnya adalah Khubaib bin Ady. Ketika hendak dipancung, dia terlebih dahulu minta dibolehkan shalat dua rakaat. Setelah shalat, ia berkata, ''Demi Allah! Andai kata aku tidak khawatir kalian menyangka aku gentar menghadapi maut, niscaya shalatku akan lebih panjang lagi.''
Sebelum dibunuh ia disalib dulu. Ketika itu Khubaib mengarahkan pandangannya yang memancarkan kilatan seraya berdoa, ''Ya Allah! Bilanglah jumlah mereka! Bunuhlah mereka satu demi satu, dan janganlah seorang pun dari mereka ditinggalkan!'' Mendengar doa itu pihak Quraisy terperanjat dan bertiarap, khawatir terkena kutukan doanya.
Mengetahui dirinya akan dihukum mati, Khubaib yang menjadi tawanan tokoh Quraisy Uqbah bin Harris terlebih dulu meminta pisau cukur untuk membersihkan dirinya dalam menghadapi maut. Ketika sedang bercukur, tiba-tiba anak yang empunya rumah yang baru pandai berjalan tertatih-tatih mendatanginya. Anak tadi duduk di atas pangkuannya, dan Khubaib membelainya dengan mesra.
Tatkala istri Uqbah melihat anaknya dalam keadaan serupa itu, dengan cemas diambilnya anak itu dan dibawanya pergi. Khubaib pun berkata, ''Anda khawatir kalau-kalau anak itu saya bunuh. Ketahuilah, bahwa agama saya melarang penganutnya bertindak khianat. Karena itu, anak Anda ini tidak akan saya cederai, apalagi membunuhnya.''
Pernah seorang pemuka Quraisy di Mekah begitu kagum mendapati kesetiaan para sahabat terhadap Rasulnya, hingga ia mengatakan, ''Aku pernah menyaksikan Kisra di Persia, Kaisar di Byzantium, dan Najasi di Etiopia. Namun, aku tidak pernah menyaksikan seorang raja di tengah-tengah kaumnya, seperti Muhammad di tengah-tengah sahabat-sahabatnya.
Sesungguhnya mereka tidak akan menyerahkan Muhammad walau bagaimanapun.'' Begitulah seharusnya sikap umat Islam kepada Rasulullah Muhammad SAW. Karena Rasulullah sudah wafat, kecintaan kepada beliau adalah dengan mengamalkan ajarannya dan meneladani perilakunya. (Alwi Shahab)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Ibnul Muqaffa' berkata kepada anaknya, "Belajarlah menyimak pembicaraan orang dengan baik, sebagaimana engkau belajar berbicara dengan baik. Diantara menyimak pembicaraan orang dengan baik adalah membiarkannya berbicara sampai selesai, berilah sedikit komentar, tidak memalingkan muka, memandang kepada orang yang berbicara dan menyadari apa yang diucapkannya."
Rabu, 02 Desember 2009
BELAJAR DARI DZULQARNAIN
Dzulqarnain adalah seorang yang soleh. Allah menganugerahkan kepadanya kekuasaan duniawi yang amat luas. Allah abadikan kisahnya di dalam Al-Qur'an (QS. 18 : 83-101), tentunya agar kita dapat mengambil pelajaran baik darinya.
Rahasia apa gerangan hingga ia dapat mengelola kekuasaannya yang begitu luas dengan keberhasilan, bahkan kemuliaan dari Allah?
Paling tidak ada dua prinsip kepemimpinannya yang dapat kita ambil pelajaran. Hal tersebut terungkap jelas ketika Allah mengujinya dengan firman-Nya : "…..Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau berbuat kebaikan kepada mereka" (QS. 18 : 86).
Ia tak mengartikan firman itu sebagai penghalalan arogansi kekuasaan dengan polesan kebaikan sekehendak hatinya. Amanat Allah tersebut disambutnya dengan kebijakan negarawan yang mantap dan tolok ukur yang jelas. "Berkata Dzulqarnain, adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya (menghukumnya), kemudian ia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada tara. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal soleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan padanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami." (QS. 18 : 87-88).
Saripati kebijakannya itu tak lain adalah keberanian moral, pengakan ketentraman dan keadilan tanpa pilih kasih. Selain itu ia memuliakan kaum yang memang memperoleh kemuliaan, tidak terbalik-balik penuh kerancuan.
Realisasi dua komitmen di atas, bagi Dzulqarnain, bukan saja penting dalam timbangan kemanusiaan dan hubungan dan hubungan sosial yang sehat. Lebih dari itu, komitmen tadi utamanya adalah realisasi kehambaannya (walaupun berkuasa) terhadap titah Yang Maha Berkuasa.
Hanya pada titik itulah ia dan siapa saja, laik menyandang posisi kholifatullah fil ardh (wakil Allah di muka bumi) dengan peran ri'ayah (pemelihara) dan sekaligus imaroh (pembangun). Dengan landasan pilarnya, penjiwaan total akan kehambaan diri (abdullah).
Pada pertemuan dua garis (horizontal sebagai khalifahtullah dan vertikal sebagai abdullah) Dzulqarnain berada. Maka sebuah keniscyaan keharuman dan kejayaan terjadi, sebagai kehendak Allah itu sendiri : "Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali Allah (hablum minallah) dan tali sesame manusia (hablum minan naas)" (QS. Ali Imran : 112).
Marai kita berkaca diri, memang setiap umat/bangsa dapat membuat dalih tentang terperosoknya mereka pada lubang kesalahan yang sama : ternistanya keadilan, mulianya keangkuhan. Tetapi sesungguhnya bukan dalih yang diperlukan untuk keluar dari persoalan. Melainkan kejelasan akar masalah dan pengenalan terhadap hukum kejayaan dan kegagalan yang pasti, lalu secara konsisten, bertahap dan kontinu berupaya meraihnya. (Almuzzammil Yusuf)
Rahasia apa gerangan hingga ia dapat mengelola kekuasaannya yang begitu luas dengan keberhasilan, bahkan kemuliaan dari Allah?
Paling tidak ada dua prinsip kepemimpinannya yang dapat kita ambil pelajaran. Hal tersebut terungkap jelas ketika Allah mengujinya dengan firman-Nya : "…..Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau berbuat kebaikan kepada mereka" (QS. 18 : 86).
Ia tak mengartikan firman itu sebagai penghalalan arogansi kekuasaan dengan polesan kebaikan sekehendak hatinya. Amanat Allah tersebut disambutnya dengan kebijakan negarawan yang mantap dan tolok ukur yang jelas. "Berkata Dzulqarnain, adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya (menghukumnya), kemudian ia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada tara. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal soleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan padanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami." (QS. 18 : 87-88).
Saripati kebijakannya itu tak lain adalah keberanian moral, pengakan ketentraman dan keadilan tanpa pilih kasih. Selain itu ia memuliakan kaum yang memang memperoleh kemuliaan, tidak terbalik-balik penuh kerancuan.
Realisasi dua komitmen di atas, bagi Dzulqarnain, bukan saja penting dalam timbangan kemanusiaan dan hubungan dan hubungan sosial yang sehat. Lebih dari itu, komitmen tadi utamanya adalah realisasi kehambaannya (walaupun berkuasa) terhadap titah Yang Maha Berkuasa.
Hanya pada titik itulah ia dan siapa saja, laik menyandang posisi kholifatullah fil ardh (wakil Allah di muka bumi) dengan peran ri'ayah (pemelihara) dan sekaligus imaroh (pembangun). Dengan landasan pilarnya, penjiwaan total akan kehambaan diri (abdullah).
Pada pertemuan dua garis (horizontal sebagai khalifahtullah dan vertikal sebagai abdullah) Dzulqarnain berada. Maka sebuah keniscyaan keharuman dan kejayaan terjadi, sebagai kehendak Allah itu sendiri : "Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali Allah (hablum minallah) dan tali sesame manusia (hablum minan naas)" (QS. Ali Imran : 112).
Marai kita berkaca diri, memang setiap umat/bangsa dapat membuat dalih tentang terperosoknya mereka pada lubang kesalahan yang sama : ternistanya keadilan, mulianya keangkuhan. Tetapi sesungguhnya bukan dalih yang diperlukan untuk keluar dari persoalan. Melainkan kejelasan akar masalah dan pengenalan terhadap hukum kejayaan dan kegagalan yang pasti, lalu secara konsisten, bertahap dan kontinu berupaya meraihnya. (Almuzzammil Yusuf)
BAHAYA PAMER
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bercerita, ''Di hari kiamat nanti ada orang yang mati syahid diperintahkan oleh Allah untuk masuk ke neraka. Lalu orang itu melakukan protes, 'Wahai Tuhanku, aku ini telah mati syahid dalam perjuangan membela agama-Mu, mengapa aku dimasukkan ke neraka?' Allah menjawab, 'Kamu berdusta dalam berjuang. Kamu hanya ingin mendapatkan pujian dari orang lain, agar dirimu dikatakan sebagai pemberani.
Dan, apabila pujian itu telah dikatakan oleh mereka, maka itulah sebagai balasan dari perjuanganmu'.'' Orang yang berjuang atau beribadah demi sesuatu yang bukan ikhlas karena Allah SWT, dalam agama disebut riya. Sepintas, sifat riya merupakan perkara yang sepele, namun akibatnya sangat fatal. Sifat riya dapat memberangus seluruh amal kebaikan, bagaikan air hujan yang menimpa debu di atas bebatuan. Allah SWT berfirman, ''Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.'' (Al-Furqan: 23).
Abu Hurairah RA juga pernah mendengar Rasulullah bersabda, ''Banyak orang yang berpuasa, namun tidak memperoleh sesuatu dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga, dan banyak pula orang yang melakukan shalat malam yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali tidak tidur semalaman.'' Begitu dahsyatnya penyakit riya ini, hingga ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah, ''Apakah keselamatan itu?'' Jawab Rasulullah, ''Apabila kamu tidak menipu Allah.'' Orang tersebut bertanya lagi, ''Bagaimana menipu Allah itu?
'' Rasulullah menjawab, ''Apabila kamu melakukan suatu amal yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepadamu, maka kamu menghendaki amal itu untuk selain Allah.'' Meskipun riya sangat berbahaya, tidak sedikit di antara kita yang teperdaya oleh penyakit hati ini. Kini tidak mudah untuk menemukan orang yang benar-benar ikhlas beribadah kepada Allah tanpa adanya pamrih dari manusia atau tujuan lainnya, baik dalam masalah ibadah, muamalah, ataupun perjuangan. Meskipun kadarnya berbeda-beda antara satu dan lainnya, tujuannya tetap sama: ingin menunjukkan amaliyahnya, ibadah, dan segala aktivitasnya di hadapan manusia.
Tanda-tanda penyakit hati ini pernah dinyatakan oleh Ali bin Abi Thalib. Kata beliau, ''Orang yang riya itu memiliki tiga ciri, yaitu malas beramal ketika sendirian dan giat beramal ketika berada di tengah-tengah orang ramai, menambah amaliyahnya ketika dirinya dipuji, dan mengurangi amaliyahnya ketika dirinya dicela.'' Secara tegas Rasulullah pernah bersabda, ''Takutlah kamu kepada syirik kecil.'' Para shahabat bertanya, ''Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan syirik kecil?'' Rasulullah berkata, ''Yaitu sifat riya. Kelak di hari pembalasan, Allah mengatakan kepada mereka yang memiliki sifat riya, 'pergilah kalian kepada mereka, di mana kalian pernah memperlihatkan amal kalian kepada mereka semasa di dunia. Lihatlah apakah kalian memperoleh imbalan pahala dari mereka'?'' Wallahu a'lam. (Tatik Chusniyati)
Dan, apabila pujian itu telah dikatakan oleh mereka, maka itulah sebagai balasan dari perjuanganmu'.'' Orang yang berjuang atau beribadah demi sesuatu yang bukan ikhlas karena Allah SWT, dalam agama disebut riya. Sepintas, sifat riya merupakan perkara yang sepele, namun akibatnya sangat fatal. Sifat riya dapat memberangus seluruh amal kebaikan, bagaikan air hujan yang menimpa debu di atas bebatuan. Allah SWT berfirman, ''Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.'' (Al-Furqan: 23).
Abu Hurairah RA juga pernah mendengar Rasulullah bersabda, ''Banyak orang yang berpuasa, namun tidak memperoleh sesuatu dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga, dan banyak pula orang yang melakukan shalat malam yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali tidak tidur semalaman.'' Begitu dahsyatnya penyakit riya ini, hingga ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah, ''Apakah keselamatan itu?'' Jawab Rasulullah, ''Apabila kamu tidak menipu Allah.'' Orang tersebut bertanya lagi, ''Bagaimana menipu Allah itu?
'' Rasulullah menjawab, ''Apabila kamu melakukan suatu amal yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepadamu, maka kamu menghendaki amal itu untuk selain Allah.'' Meskipun riya sangat berbahaya, tidak sedikit di antara kita yang teperdaya oleh penyakit hati ini. Kini tidak mudah untuk menemukan orang yang benar-benar ikhlas beribadah kepada Allah tanpa adanya pamrih dari manusia atau tujuan lainnya, baik dalam masalah ibadah, muamalah, ataupun perjuangan. Meskipun kadarnya berbeda-beda antara satu dan lainnya, tujuannya tetap sama: ingin menunjukkan amaliyahnya, ibadah, dan segala aktivitasnya di hadapan manusia.
Tanda-tanda penyakit hati ini pernah dinyatakan oleh Ali bin Abi Thalib. Kata beliau, ''Orang yang riya itu memiliki tiga ciri, yaitu malas beramal ketika sendirian dan giat beramal ketika berada di tengah-tengah orang ramai, menambah amaliyahnya ketika dirinya dipuji, dan mengurangi amaliyahnya ketika dirinya dicela.'' Secara tegas Rasulullah pernah bersabda, ''Takutlah kamu kepada syirik kecil.'' Para shahabat bertanya, ''Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan syirik kecil?'' Rasulullah berkata, ''Yaitu sifat riya. Kelak di hari pembalasan, Allah mengatakan kepada mereka yang memiliki sifat riya, 'pergilah kalian kepada mereka, di mana kalian pernah memperlihatkan amal kalian kepada mereka semasa di dunia. Lihatlah apakah kalian memperoleh imbalan pahala dari mereka'?'' Wallahu a'lam. (Tatik Chusniyati)
ASING DI TENGAH RAMAI
Di tengah-tengah para sahabat, Rasulullah SAW mewartakan kondisi umat Islam pada akhir zaman. Rasulullah bersabda, ''Pada akhir zaman nanti, umatku bagaikan memegang api membara di tangannya. Mereka asing di antara para manusia.''
Salah seorang sahabat bertanya, ''Berarti umat Islam menjadi umat minoritas nantinya, ya Nabi Allah?''Rasulullah kemudian menjawab, ''Bukan, bukan!''''Lalu, bagaimana?'' tanya sahabat.
''Pada saatnya nanti hanya segelintir orang dari umatku yang tetap berpegang teguh pada Islam secara konsisten. Mereka ini bagaikan orang asing seperti Islam generasi awal,'' Rasulullah menjelaskan.
Dulu, sewaktu Rasulullah mendakwahkan Islam kepada kaum kafir Quraisy, tanggapan sinis, skeptis disertai caci-maki, hinaan, bahkan siksaan mendera diri Nabi Muhammad SAW. Beliau dan para pengikutnya dengan lantang menyuarakan kebenaran Islam yang agung. Beliau berani menentang arus besar pemikiran, sikap, dan tindakan mayoritas umat dengan penuh keyakinan dan semangat juang kuat.
Dus, tradisi baru yang dikembangkan Rasulullah dan para sahabat dianggap keluar dari pakem, nyeleneh, menyimpang, melawan otoritaritas suci, dan, tentunya, asing di tengah-tengah tradisi kafir Quraisy.
Saat ini, jalan lurus Islam semakin banyak dilalui penduduk bumi. Di tiap jengkal tanah seantero bumi, telah tertanam benih-benih Islam. Ironinya, nomina kuantitas tidak seiring berkelindan dengan kualitas keberagamaan para pemeluknya. Masih relatif sedikit yang benar-benar mau menjalani Islam sebagai matan keyakinan dan cita-cita kehidupan.
Bahkan, acapkali muka sinis, pandangan benci, ucapan sarkastis ditujukan dan ditimpakan kepada minoritas kecil ini. Tidak aneh, bila itu keluar dari musuh-musuh Islam, tetapi yang memprihatinkan justru keluar dari rahim kepribadian umat Islam sendiri. Tampaklah bahwa pewartaan Rasulullah beberapa abad yang lalu telah mewujud menjadi sebuah kenyataan.
Berat memang, menjalani kehidupan di era posmo ini sesuai dengan kaidah agama. Menggenggam kebenaran laksana menggenggam api membara. Bergegas ke masjid manakala suara adzan bergema, mengajak teman ikut kajian keislaman, terlibat dalam kegiatan dakwah, menolak ajakan teman untuk nonton film maksiat, seringkali dicap sebagai tindakan dan pandangan kuno.
Tak pelak, stigma konservatif, dogmatis, literalis, out of date, bahkan fundamentalis harus diterima lapisan minoritas umat ini. Sebaliknya, menjalankan agama semau gue, perilaku bebas nilai, hedonis, permisif, dan sekuler sangat lazim dan populer.
Yang sedikit dan asing inilah yang harus kita jadikan referensi kehidupan. Meski sedikit, mereka tak lekang oleh waktu, tak lapuk diterpa zaman. Mereka adalah manusia suci pengusung panji-panji kebenaran. Mereka selalu meniti jalan kebenaran meski terlalu licin dan sempit. Lantas di manakah kita berpijak? (Farida Annur)
Salah seorang sahabat bertanya, ''Berarti umat Islam menjadi umat minoritas nantinya, ya Nabi Allah?''Rasulullah kemudian menjawab, ''Bukan, bukan!''''Lalu, bagaimana?'' tanya sahabat.
''Pada saatnya nanti hanya segelintir orang dari umatku yang tetap berpegang teguh pada Islam secara konsisten. Mereka ini bagaikan orang asing seperti Islam generasi awal,'' Rasulullah menjelaskan.
Dulu, sewaktu Rasulullah mendakwahkan Islam kepada kaum kafir Quraisy, tanggapan sinis, skeptis disertai caci-maki, hinaan, bahkan siksaan mendera diri Nabi Muhammad SAW. Beliau dan para pengikutnya dengan lantang menyuarakan kebenaran Islam yang agung. Beliau berani menentang arus besar pemikiran, sikap, dan tindakan mayoritas umat dengan penuh keyakinan dan semangat juang kuat.
Dus, tradisi baru yang dikembangkan Rasulullah dan para sahabat dianggap keluar dari pakem, nyeleneh, menyimpang, melawan otoritaritas suci, dan, tentunya, asing di tengah-tengah tradisi kafir Quraisy.
Saat ini, jalan lurus Islam semakin banyak dilalui penduduk bumi. Di tiap jengkal tanah seantero bumi, telah tertanam benih-benih Islam. Ironinya, nomina kuantitas tidak seiring berkelindan dengan kualitas keberagamaan para pemeluknya. Masih relatif sedikit yang benar-benar mau menjalani Islam sebagai matan keyakinan dan cita-cita kehidupan.
Bahkan, acapkali muka sinis, pandangan benci, ucapan sarkastis ditujukan dan ditimpakan kepada minoritas kecil ini. Tidak aneh, bila itu keluar dari musuh-musuh Islam, tetapi yang memprihatinkan justru keluar dari rahim kepribadian umat Islam sendiri. Tampaklah bahwa pewartaan Rasulullah beberapa abad yang lalu telah mewujud menjadi sebuah kenyataan.
Berat memang, menjalani kehidupan di era posmo ini sesuai dengan kaidah agama. Menggenggam kebenaran laksana menggenggam api membara. Bergegas ke masjid manakala suara adzan bergema, mengajak teman ikut kajian keislaman, terlibat dalam kegiatan dakwah, menolak ajakan teman untuk nonton film maksiat, seringkali dicap sebagai tindakan dan pandangan kuno.
Tak pelak, stigma konservatif, dogmatis, literalis, out of date, bahkan fundamentalis harus diterima lapisan minoritas umat ini. Sebaliknya, menjalankan agama semau gue, perilaku bebas nilai, hedonis, permisif, dan sekuler sangat lazim dan populer.
Yang sedikit dan asing inilah yang harus kita jadikan referensi kehidupan. Meski sedikit, mereka tak lekang oleh waktu, tak lapuk diterpa zaman. Mereka adalah manusia suci pengusung panji-panji kebenaran. Mereka selalu meniti jalan kebenaran meski terlalu licin dan sempit. Lantas di manakah kita berpijak? (Farida Annur)
BERSAHABAT DENGAN ALHAMDULILLAH
Salah satu gizi spiritual dalam menghadapi kehidupan adalah bersahabat dengan “alhamdulillah” yang artinya segala puji bagi Allah Swt. Orang-orang yang sering bersahabat dengan “gizi spiritual” ini, insyaAllah hidupnya akan lebih bahagia dibanding yang mereka duga.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan kepadaku seorang suami, sebab banyak orang yang ingin bersuami namun belum menemukannya. Suami dengan segala keangkuhannya, menyebabkan hambamu ini mampu belajar sabar.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan kepadaku seorang istri, sebab banyak orang yang ingin beristri namun belum menemukannya. Istri dengan segala kesulitannya untuk dididik, menyebabkan hambamu ini harus banyak belajar ilmu “Andragogy”, yaitu pendidikan untuk orang-orang dewasa.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan kepadaku beberapa anak, sebab banyak orang yang ingin punya anak namun belum engkau izinkan dan juga banyak yang belum punya anak karena memang belum ketemu jodoh. Anak dengan segala kesulitannya untuk dinasehati, menyebabkan hambamu ini harus banyak menambah ilmu agar sesuai dengan perkembangan zaman anak-anak. Dengan kehadiran anak-anak, justru menyebabkan hambamu malu kalau mau bertengkar dengan istri dan suami.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau menitipkan kepadaku seorang atasan pemarah dan sering mengungkit-ngungkit berbagai masalah, sebab banyak orang yang tidak punya atasan, bukan karena dirinya atasan tapi karena dirinya menganggur. Dengan atasan pemarah hambamu berkesempatan untuk mendoakan semoga beliau segera sadar bahwa kemarahan akan menghancurkan siklus kehidupan dirinya sendiri.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau menitipkan kepadaku banyak karyawan, yang sebagiannya suka demo minta tuntutan gaji dan kesejahteraan lainnya, sebab banyak orang tidak punya karyawan sebab sudah lima tahun belakangan ini perusahaannya gulung tikar dan bahkan tikarnyapun sampai tidak ada yang digulung. Dengan punya karyawan, semoga hambamu bisa menjadi salah satu jalan rizki bagi mereka dengan seizin Engkau ya Allah.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan orang-orang disekelilingku sebagian ada yang menyakiti, walaupun hamba-Mu ini telah berusaha untuk berbuat baik kepada siapapun sekuat kemampuan. Sebab, banyak orang yang tidak pernah disakiti orang lain karena dalam hidupnya tidak pernah bergaul dengan masyarakat banyak. Semoga dengan disakiti dan hambamu tetap ingin berbuat baik dengan yang menyakiti menyebabkan Engkau akan mengabulkan doa-doa orang yang terdhzolimi ini.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau memberi kesempatan kepadaku, kuliah tidak sesuai dengan jurusan pilihan pertama, sebab banyak orang yang tidak pernah menikmati jurusan kuliah karena kekurangan dana untuk memenuhi keinginannya kuliah. Dengan kuliah tidak sesuai jurusan, semoga akan punya lebih dari satu keahlian, keahlian pertama adalah jurusan ketika kuliah dan keahlian lainnya adalah mempelajari sendiri banyak hal yang dulu dicita-citakan.
Sahabat CyberMQ,
Banyak hal didunia ini yang bisa kita syukuri dengan mengucapkan “Alhamdulillah”, dan dengan sering mengucapkan alhamdulillah, milyaran peluang prestasi akan mengejar-ngejar kita.
Banyak hal didunia ini yang kita tidak siap menyukuri dengan mengucapkan “Alhamdulillah dan dengan sering merasa berat dan bahkan enggan mengucapkan alhamdulillah, milyaran peluang prestasi akan lari meninggalkan kita.
Berani hadapi tantangan bersahabat dengan alhamdulillah agar hidup dikejar-kejar prestasi??? Bagaimana pendapat sahabat!!!
Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan kepadaku seorang suami, sebab banyak orang yang ingin bersuami namun belum menemukannya. Suami dengan segala keangkuhannya, menyebabkan hambamu ini mampu belajar sabar.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan kepadaku seorang istri, sebab banyak orang yang ingin beristri namun belum menemukannya. Istri dengan segala kesulitannya untuk dididik, menyebabkan hambamu ini harus banyak belajar ilmu “Andragogy”, yaitu pendidikan untuk orang-orang dewasa.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan kepadaku beberapa anak, sebab banyak orang yang ingin punya anak namun belum engkau izinkan dan juga banyak yang belum punya anak karena memang belum ketemu jodoh. Anak dengan segala kesulitannya untuk dinasehati, menyebabkan hambamu ini harus banyak menambah ilmu agar sesuai dengan perkembangan zaman anak-anak. Dengan kehadiran anak-anak, justru menyebabkan hambamu malu kalau mau bertengkar dengan istri dan suami.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau menitipkan kepadaku seorang atasan pemarah dan sering mengungkit-ngungkit berbagai masalah, sebab banyak orang yang tidak punya atasan, bukan karena dirinya atasan tapi karena dirinya menganggur. Dengan atasan pemarah hambamu berkesempatan untuk mendoakan semoga beliau segera sadar bahwa kemarahan akan menghancurkan siklus kehidupan dirinya sendiri.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau menitipkan kepadaku banyak karyawan, yang sebagiannya suka demo minta tuntutan gaji dan kesejahteraan lainnya, sebab banyak orang tidak punya karyawan sebab sudah lima tahun belakangan ini perusahaannya gulung tikar dan bahkan tikarnyapun sampai tidak ada yang digulung. Dengan punya karyawan, semoga hambamu bisa menjadi salah satu jalan rizki bagi mereka dengan seizin Engkau ya Allah.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan orang-orang disekelilingku sebagian ada yang menyakiti, walaupun hamba-Mu ini telah berusaha untuk berbuat baik kepada siapapun sekuat kemampuan. Sebab, banyak orang yang tidak pernah disakiti orang lain karena dalam hidupnya tidak pernah bergaul dengan masyarakat banyak. Semoga dengan disakiti dan hambamu tetap ingin berbuat baik dengan yang menyakiti menyebabkan Engkau akan mengabulkan doa-doa orang yang terdhzolimi ini.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau memberi kesempatan kepadaku, kuliah tidak sesuai dengan jurusan pilihan pertama, sebab banyak orang yang tidak pernah menikmati jurusan kuliah karena kekurangan dana untuk memenuhi keinginannya kuliah. Dengan kuliah tidak sesuai jurusan, semoga akan punya lebih dari satu keahlian, keahlian pertama adalah jurusan ketika kuliah dan keahlian lainnya adalah mempelajari sendiri banyak hal yang dulu dicita-citakan.
Sahabat CyberMQ,
Banyak hal didunia ini yang bisa kita syukuri dengan mengucapkan “Alhamdulillah”, dan dengan sering mengucapkan alhamdulillah, milyaran peluang prestasi akan mengejar-ngejar kita.
Banyak hal didunia ini yang kita tidak siap menyukuri dengan mengucapkan “Alhamdulillah dan dengan sering merasa berat dan bahkan enggan mengucapkan alhamdulillah, milyaran peluang prestasi akan lari meninggalkan kita.
Berani hadapi tantangan bersahabat dengan alhamdulillah agar hidup dikejar-kejar prestasi??? Bagaimana pendapat sahabat!!!
Rabu, 18 November 2009
SOK TAU
'Sok tahu' pada dasarnya adalah "merasa sudah cukup berpengetahuan" padahal sebenarnya kurang tahu. Masalahnya, orang yang sok tahu biasanya tidak menyadarinya. Lantas, bagaimana kita tahu bahwa kita 'sok tahu'? Mari kita mengambil hikmah dari Al-Qur'an. Ada beberapa ciri 'sok tahu' yang bisa kita dapatkan bila kita menggunakan perspektif surat al-'Alaq.
1. Enggan Membaca
Ketika disuruh malaikat Jibril, "Bacalah!", Rasulullah Saw. menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Lalu malaikat Jibril menyampaikan lima ayat pertama yang memotivasi beliau untuk optimis. Adapun orang yang 'sok tahu' pesimis akan kemampuannya. Sebelum berusaha semaksimal mungkin, ia lebih dulu berdalih, "Ngapain baca-baca teori. Mahamin aja sulitnya minta ampun. Yang penting prakteknya 'kan?" Padahal, Allah pencipta kita itu Maha Pemurah. Ia mengajarkan kepada kita apa saja yang tidak kita ketahui.
Disisi lain, ada pula orang Islam yang terlalu optimis dengan pengetahuannya, sehingga enggan memperdalam. Katanya, misalnya, "Ngapain baca-baca Qur'an lagi. Toh udah khatam 7 kali. Mending buat kegiatan lain aja." Padahal, Al-Qur'an adalah sumber dari segala sumber ilmu, sumber 'cahaya' yang tiada habis-habisnya menerangi kehidupan dunia. Katanya, misalnya lagi, "Ngapain belajar ilmu agama lagi, toh sejak SD hingga tamat kuliah udah diajarin terus." Padahal, 'ilmu agama' adalah ilmu kehidupan dunia-akhirat.
2. Enggan Menulis
Orang yang sok tahu terlalu mengandalkan kemampuannya dalam mengingat-ingat dan menghafal pengetahuan atau ilmu yang diperolehnya. Ia enggan mencatat. "Ngerepotin," katanya. Seolah-olah, otaknya adalah almari baja yang isinya takkan hilang. Padahal, sifat lupa merupakan bagian dari ciri manusia. Orang yang sok tahu enggan mencatat setiap membaca, menyimak khutbah, kuliah, ceramah, dan sebagainya. Padahal, Allah telah mengajarkan penggunaan pena kepada manusia.
Di sisi lain, ada pula orang yang kurang mampu menghafal dan mengingat-ingat pengetahuan yang diperolehnya, tapi ia merasa terlalu bodoh untuk mampu menulis. "Susah," katanya. Padahal, merasa terlalu bodoh itu jangan-jangan pertanda kemalasan. Emang sih, kalo nulis buat orang lain, kita perlu ketrampilan tersendiri. Tapi, bila nulis buat diri sendiri, bukankah kita gak bakal kesulitan nulis 'sesuka hati'? Apa susahnya nulis di buku harian, misalnya, "Tentang ciri sok tahu, lihat al-'Alaq!"?
3. Membanggakan Keluasan Pengetahuan
Orang yang sok tahu membanggakan kepintarannya dengan memamerkan betapa ia banyak membaca, banyak menulis, banyak mendengar, banyak berceramah, dan sebagainya tanpa menyadari bahwa pengetahuan yang ia peroleh itu semuanya berasal dari Allah. Ia mengira, prestasi yang berupa luasnya pengetahuannya ia peroleh berkat kerja kerasnya saja. Padahal, terwujudnya pengetahuan itu pun semuanya atas kehendak-Allah.
Mungkin ia suka meminjam atau membeli buku sebanyak-banyaknya, tetapi membacanya hanya sepintas lalu atau malah hanya memajangnya. Ia merasa punya cukup banyak wawasan tentang banyak hal. Ia tidak merasa terdorong untuk menjadi ahli di bidang tertentu. Kalau ia menjadi muballigh 'tukang fatwa', semua pertanyaan ia jawab sendiri langsung walau di luar keahliannya. Ia mungkin bisa menulis atau berbicara sebanyak-banyaknya di banyak bidang, tetapi kurang memperhitungkan kualitasnya.
4. Merendahkan Orang Lain Yang Tidak Sepaham
Bagi orang Islam yang sok tahu, siapa saja yang bertentangan dengan pendapatnya, segera saja ia menuduh mereka telah melakukan bid'ah, sesat, meremehkan agama, dan sebagainya. Bahkan, misalnya, sampai-sampai ia melarang orang-orang lain melakukan amal yang caranya lain walau mereka punya dalil tersendiri. Ia menjadikan dirinya sebagai "Yang Maha Tahu", terlalu yakin bahwa pasti pandangan dirinyalah satu-satunya yang benar, sedangkan pandangan yang lain pasti salah. Padahal, Allah Swt berfirman: "Janganlah kamu menganggap diri kamu suci; Dia lebih tahu siapa yang memelihara diri dari kejahatan." (an-Najm [53]: 32)
Muslim yang sok tahu cenderung menganggap kesalahan kecil sebagai dosa besar dan menjadikan dosa itu identik dengan kesesatan dan kekafiran! Lalu atas dasar itu dengan gampangnya ia mengeluarkan 'vonis hukuman mati'. Padahal, dalam sebuah hadits shahih dari Usamah bin Zaid dikabarkan, "Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallaah, maka ia telah Islam dan terpelihara jiwa dan hartanya. Andaikan ia mengucapkannya lantaran takut atau hendak berlindung dari tajamnya pedang, maka hak perhitungannya ada pada Allah. Sedang bagi kita cukuplah dengan yang lahiriah."
5. Menutup Telinga dan Membuang Muka Bila Mendengar Pendapat Lain
Orang yang sok tahu tidak memberi peluang untuk berdiskusi dengan orang lain. Kalau toh ia memasuki forum diskusi di suatu situs, misalnya, ia melakukannya bukan untuk mempertimbangkan pendapat yang berbeda dengan pandangan yang selama ini ia anut, melainkan untuk mengumandangkan pendapatnya sendiri. Ia hanya melihat selayang pandang gagasan orang-orang lain, lalu menyerang mereka bila berlainan dengannya. Ia tidak mau tahu bagaimana mereka berhujjah (berargumentasi).
Di samping itu, orang yang sok tahu itu bersikap fanatik pada pendapat golongannya sendiri. Seolah-olah ia berseru, "Adalah hak kami untuk berbicara dan adalah kewajiban kalian untuk mendengarkan. Hak kami menetapkan, kewajiban kalian mengikuti kami. Pendapat kami semuanya benar, pendapat kalian banyak salahnya." Orang yang terlalu fanatik itu tidak mengakui jalan tengah. Ia menyalahgunakan aksioma, "Yang haq adalah haq, yang bathil adalah bathil."
6. Suka Menyatakan Pendapat Tanpa Dasar Yang Kuat
Muslim yang sok tahu gemar menyampaikan pendapatnya dengan mengatasnamakan Islam tanpa memeriksa kuat-lemahnya dasar-dasarnya. Ia suka berkata, "Menurut Islam begini.... Islam sudah jelas melarang begitu...." dan sebagainya, padahal yang ia ucapkan sesungguhnya hanyalah, "Menurut saya begini.... Saya melarang keras engkau begitu...." dan seterusnya. Kalau toh ia berkata, "Menurut saya bla bla bla....", ia hanya mengemukakan opini pribadinya belaka tanpa disertai dalil yang kuat, baik dalil naqli maupun aqli.
7. Suka Berdebat Kusir
Jika pendapatnya dikritik orang lain, orang yang sok tahu itu berusaha keras mempertahankan pandangannya dan balas menyerang balik pengkritiknya. Ia enggan mencari celah-celah kelemahan di dalam pendapatnya sendiri ataupun sisi-sisi kelebihan lawan diskusinya. Sebaliknya, ia tekun mencari-cari kekurangan lawan debatnya dan menonjol-nonjolkan kekuatan pendapatnya. Dengan kata lain, setiap berdiskusi ia bertujuan memenangkan perdebatan, bukan mencari kebenaran.
Demikianlah beberapa ciri orang yang sok tahu menurut surat al-'Alaq dalam pemahamanku. Dengan mengenali ciri-ciri tersebut, semoga kita masing-masing dapat melakukan introspeksi dan memperbaiki diri sehingga kita tidak menjadi orang yang sok tahu. Aamien.
1. Enggan Membaca
Ketika disuruh malaikat Jibril, "Bacalah!", Rasulullah Saw. menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Lalu malaikat Jibril menyampaikan lima ayat pertama yang memotivasi beliau untuk optimis. Adapun orang yang 'sok tahu' pesimis akan kemampuannya. Sebelum berusaha semaksimal mungkin, ia lebih dulu berdalih, "Ngapain baca-baca teori. Mahamin aja sulitnya minta ampun. Yang penting prakteknya 'kan?" Padahal, Allah pencipta kita itu Maha Pemurah. Ia mengajarkan kepada kita apa saja yang tidak kita ketahui.
Disisi lain, ada pula orang Islam yang terlalu optimis dengan pengetahuannya, sehingga enggan memperdalam. Katanya, misalnya, "Ngapain baca-baca Qur'an lagi. Toh udah khatam 7 kali. Mending buat kegiatan lain aja." Padahal, Al-Qur'an adalah sumber dari segala sumber ilmu, sumber 'cahaya' yang tiada habis-habisnya menerangi kehidupan dunia. Katanya, misalnya lagi, "Ngapain belajar ilmu agama lagi, toh sejak SD hingga tamat kuliah udah diajarin terus." Padahal, 'ilmu agama' adalah ilmu kehidupan dunia-akhirat.
2. Enggan Menulis
Orang yang sok tahu terlalu mengandalkan kemampuannya dalam mengingat-ingat dan menghafal pengetahuan atau ilmu yang diperolehnya. Ia enggan mencatat. "Ngerepotin," katanya. Seolah-olah, otaknya adalah almari baja yang isinya takkan hilang. Padahal, sifat lupa merupakan bagian dari ciri manusia. Orang yang sok tahu enggan mencatat setiap membaca, menyimak khutbah, kuliah, ceramah, dan sebagainya. Padahal, Allah telah mengajarkan penggunaan pena kepada manusia.
Di sisi lain, ada pula orang yang kurang mampu menghafal dan mengingat-ingat pengetahuan yang diperolehnya, tapi ia merasa terlalu bodoh untuk mampu menulis. "Susah," katanya. Padahal, merasa terlalu bodoh itu jangan-jangan pertanda kemalasan. Emang sih, kalo nulis buat orang lain, kita perlu ketrampilan tersendiri. Tapi, bila nulis buat diri sendiri, bukankah kita gak bakal kesulitan nulis 'sesuka hati'? Apa susahnya nulis di buku harian, misalnya, "Tentang ciri sok tahu, lihat al-'Alaq!"?
3. Membanggakan Keluasan Pengetahuan
Orang yang sok tahu membanggakan kepintarannya dengan memamerkan betapa ia banyak membaca, banyak menulis, banyak mendengar, banyak berceramah, dan sebagainya tanpa menyadari bahwa pengetahuan yang ia peroleh itu semuanya berasal dari Allah. Ia mengira, prestasi yang berupa luasnya pengetahuannya ia peroleh berkat kerja kerasnya saja. Padahal, terwujudnya pengetahuan itu pun semuanya atas kehendak-Allah.
Mungkin ia suka meminjam atau membeli buku sebanyak-banyaknya, tetapi membacanya hanya sepintas lalu atau malah hanya memajangnya. Ia merasa punya cukup banyak wawasan tentang banyak hal. Ia tidak merasa terdorong untuk menjadi ahli di bidang tertentu. Kalau ia menjadi muballigh 'tukang fatwa', semua pertanyaan ia jawab sendiri langsung walau di luar keahliannya. Ia mungkin bisa menulis atau berbicara sebanyak-banyaknya di banyak bidang, tetapi kurang memperhitungkan kualitasnya.
4. Merendahkan Orang Lain Yang Tidak Sepaham
Bagi orang Islam yang sok tahu, siapa saja yang bertentangan dengan pendapatnya, segera saja ia menuduh mereka telah melakukan bid'ah, sesat, meremehkan agama, dan sebagainya. Bahkan, misalnya, sampai-sampai ia melarang orang-orang lain melakukan amal yang caranya lain walau mereka punya dalil tersendiri. Ia menjadikan dirinya sebagai "Yang Maha Tahu", terlalu yakin bahwa pasti pandangan dirinyalah satu-satunya yang benar, sedangkan pandangan yang lain pasti salah. Padahal, Allah Swt berfirman: "Janganlah kamu menganggap diri kamu suci; Dia lebih tahu siapa yang memelihara diri dari kejahatan." (an-Najm [53]: 32)
Muslim yang sok tahu cenderung menganggap kesalahan kecil sebagai dosa besar dan menjadikan dosa itu identik dengan kesesatan dan kekafiran! Lalu atas dasar itu dengan gampangnya ia mengeluarkan 'vonis hukuman mati'. Padahal, dalam sebuah hadits shahih dari Usamah bin Zaid dikabarkan, "Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallaah, maka ia telah Islam dan terpelihara jiwa dan hartanya. Andaikan ia mengucapkannya lantaran takut atau hendak berlindung dari tajamnya pedang, maka hak perhitungannya ada pada Allah. Sedang bagi kita cukuplah dengan yang lahiriah."
5. Menutup Telinga dan Membuang Muka Bila Mendengar Pendapat Lain
Orang yang sok tahu tidak memberi peluang untuk berdiskusi dengan orang lain. Kalau toh ia memasuki forum diskusi di suatu situs, misalnya, ia melakukannya bukan untuk mempertimbangkan pendapat yang berbeda dengan pandangan yang selama ini ia anut, melainkan untuk mengumandangkan pendapatnya sendiri. Ia hanya melihat selayang pandang gagasan orang-orang lain, lalu menyerang mereka bila berlainan dengannya. Ia tidak mau tahu bagaimana mereka berhujjah (berargumentasi).
Di samping itu, orang yang sok tahu itu bersikap fanatik pada pendapat golongannya sendiri. Seolah-olah ia berseru, "Adalah hak kami untuk berbicara dan adalah kewajiban kalian untuk mendengarkan. Hak kami menetapkan, kewajiban kalian mengikuti kami. Pendapat kami semuanya benar, pendapat kalian banyak salahnya." Orang yang terlalu fanatik itu tidak mengakui jalan tengah. Ia menyalahgunakan aksioma, "Yang haq adalah haq, yang bathil adalah bathil."
6. Suka Menyatakan Pendapat Tanpa Dasar Yang Kuat
Muslim yang sok tahu gemar menyampaikan pendapatnya dengan mengatasnamakan Islam tanpa memeriksa kuat-lemahnya dasar-dasarnya. Ia suka berkata, "Menurut Islam begini.... Islam sudah jelas melarang begitu...." dan sebagainya, padahal yang ia ucapkan sesungguhnya hanyalah, "Menurut saya begini.... Saya melarang keras engkau begitu...." dan seterusnya. Kalau toh ia berkata, "Menurut saya bla bla bla....", ia hanya mengemukakan opini pribadinya belaka tanpa disertai dalil yang kuat, baik dalil naqli maupun aqli.
7. Suka Berdebat Kusir
Jika pendapatnya dikritik orang lain, orang yang sok tahu itu berusaha keras mempertahankan pandangannya dan balas menyerang balik pengkritiknya. Ia enggan mencari celah-celah kelemahan di dalam pendapatnya sendiri ataupun sisi-sisi kelebihan lawan diskusinya. Sebaliknya, ia tekun mencari-cari kekurangan lawan debatnya dan menonjol-nonjolkan kekuatan pendapatnya. Dengan kata lain, setiap berdiskusi ia bertujuan memenangkan perdebatan, bukan mencari kebenaran.
Demikianlah beberapa ciri orang yang sok tahu menurut surat al-'Alaq dalam pemahamanku. Dengan mengenali ciri-ciri tersebut, semoga kita masing-masing dapat melakukan introspeksi dan memperbaiki diri sehingga kita tidak menjadi orang yang sok tahu. Aamien.
Jumat, 13 November 2009
AHLI SORGA
Imam Ahmad meriwayatkan dari Muhammad bin Qais bin Ubadah, dia berkata, "Aku sedang berada di masjid. Tiba-tiba datanglah seorang yang di wajahnya ada tanda kekusyukan. Dia shalat dua rakaat secara singkat. Orang-orang berkata, 'Orang ini ahli surga.'
Setelah dia keluar, maka saya mengikutinya sampai di rumahnya, lalu aku ikut masuk kerumahnya. Kami bercakap-cakap, dan setelah akrab aku bertanya, 'Ketika engkau masuk mesjid, orang-orang mengatakan bahwa engkau ahli surga.' Dia menanggapi, 'Mahasuci Allah. Tidak selayaknya seseorang mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya.'
Saya akan bercerita kepadamu mengapa saya demikian. Sesungguhnya aku bermimpi seolah-olah aku berada di taman nan hijau. Ibnu Aun berkata: "Orang itu menceritakan kehijauan dan keluasan taman.'Di tengah-tengah taman ada tiang besi. Bagian bawahnya menancap ke bumi dan bagian atasnya menjulang ke langit. Pada bagian tengahnya ada tali. Tiba-tiba dikatakan kepadaku, 'Naiklah!'
Maka aku menjawab, 'Aku tidak bisa.'
Kemudian datanglah pelayan.
Ibnu Aun berkata, "Pelayan itu seorang pemuda. Pelayan menyingsingkan bajuku dari belakang seraya berkata, 'Naiklah!' Maka akupun naik hingga berhasil memegang tali.
Dia berkata, 'Peganglah tali itu.' Maka aku terbangun dan tali itu benar-benar ada ditanganku. Kemudian aku menemui Rasulullah saw. dan menceritakan kejadian itu kepada beliau. Maka beliau bersabda, 'Taman itu melambangkan taman Islam, tiang itu melambangkan tiang Islam, dan tali itu adalah tali yang kokoh. Kamu akan senantiasa memeluk Islam hingga mati.'
Hadist ini dikemukakan dalam shahihain. Orang itu adalah Abdullah bin Salam r.a.
Setelah dia keluar, maka saya mengikutinya sampai di rumahnya, lalu aku ikut masuk kerumahnya. Kami bercakap-cakap, dan setelah akrab aku bertanya, 'Ketika engkau masuk mesjid, orang-orang mengatakan bahwa engkau ahli surga.' Dia menanggapi, 'Mahasuci Allah. Tidak selayaknya seseorang mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya.'
Saya akan bercerita kepadamu mengapa saya demikian. Sesungguhnya aku bermimpi seolah-olah aku berada di taman nan hijau. Ibnu Aun berkata: "Orang itu menceritakan kehijauan dan keluasan taman.'Di tengah-tengah taman ada tiang besi. Bagian bawahnya menancap ke bumi dan bagian atasnya menjulang ke langit. Pada bagian tengahnya ada tali. Tiba-tiba dikatakan kepadaku, 'Naiklah!'
Maka aku menjawab, 'Aku tidak bisa.'
Kemudian datanglah pelayan.
Ibnu Aun berkata, "Pelayan itu seorang pemuda. Pelayan menyingsingkan bajuku dari belakang seraya berkata, 'Naiklah!' Maka akupun naik hingga berhasil memegang tali.
Dia berkata, 'Peganglah tali itu.' Maka aku terbangun dan tali itu benar-benar ada ditanganku. Kemudian aku menemui Rasulullah saw. dan menceritakan kejadian itu kepada beliau. Maka beliau bersabda, 'Taman itu melambangkan taman Islam, tiang itu melambangkan tiang Islam, dan tali itu adalah tali yang kokoh. Kamu akan senantiasa memeluk Islam hingga mati.'
Hadist ini dikemukakan dalam shahihain. Orang itu adalah Abdullah bin Salam r.a.
ALLOH TIDAK MEMBEBANI ORANG MELAINKAN SESUAI KESANGGUPANNYA
Alloh tidak membebani orang melainkan sesuaikesanggupanya
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, "Tatkala ayat: `Kepunyaan Allahlah apa yang ada di langit dan di bumi. Apabila kamu menampakkan atau menyembunyikan apa yang ada pada dirimu, maka Allah akan memperhitungkan kamu lantaran perbuatan itu. Lalu Dia mengampuni orang yang dikehendaki-Nya dan mengazab orang yang dikehendaki-Nya. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu' (al-Baqarah:284) diturunkan kepada Rasulullah saw. maka hal itu sangat menyulitkan para sahabat beliau.
Mereka menemui Rasulullah. Mereka berlutut seraya berkata, `Ya Rasulullah, kami telah dibebani berbagai amal yang dapat kami kerjakan seperti shalat, shaum, jihad dan sedekah. Sekarang ayat itu diturunkan kepada engkau, dan kami tang sanggup mengamalkannya.'
Maka Rasulullah saw bersabda, `Apakah kamu hendak mengatakan apa apa yang telah dikatakan oleh para Ahli Kitab terdahulu, yaitu `kami mendengar namun kami mendurhakainya?' Namun katakanlah olehmu, `Kami mendengar dan kami taat. Ampunilah kami, ya Tuhan kami. Dan kepada Engkaulah tempat kembali.'
Setelah orang-orang menginsafi ayat itu dan mengucapkan keinsafannya dengan lidah mereka, maka Allah menurunkan ayat yang sesudahnya, yaitu `Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. `Kami tidak membeda-bedakan sedikit pun antara seorang rasul dengan rasul lainnya.'
Dan mereka mengatakan, `Kami dengar dan kami taat. Ya Tuhan kami, ampunilah kami, dan kepada Engkaulah tempat kami kembali.' Setelah mereka mengamalkan ayat itu, maka Allah menasakh ayat tadi dengan ayat, `Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari (kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), `Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau khilaf.'"
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, "Tatkala ayat: `Kepunyaan Allahlah apa yang ada di langit dan di bumi. Apabila kamu menampakkan atau menyembunyikan apa yang ada pada dirimu, maka Allah akan memperhitungkan kamu lantaran perbuatan itu. Lalu Dia mengampuni orang yang dikehendaki-Nya dan mengazab orang yang dikehendaki-Nya. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu' (al-Baqarah:284) diturunkan kepada Rasulullah saw. maka hal itu sangat menyulitkan para sahabat beliau.
Mereka menemui Rasulullah. Mereka berlutut seraya berkata, `Ya Rasulullah, kami telah dibebani berbagai amal yang dapat kami kerjakan seperti shalat, shaum, jihad dan sedekah. Sekarang ayat itu diturunkan kepada engkau, dan kami tang sanggup mengamalkannya.'
Maka Rasulullah saw bersabda, `Apakah kamu hendak mengatakan apa apa yang telah dikatakan oleh para Ahli Kitab terdahulu, yaitu `kami mendengar namun kami mendurhakainya?' Namun katakanlah olehmu, `Kami mendengar dan kami taat. Ampunilah kami, ya Tuhan kami. Dan kepada Engkaulah tempat kembali.'
Setelah orang-orang menginsafi ayat itu dan mengucapkan keinsafannya dengan lidah mereka, maka Allah menurunkan ayat yang sesudahnya, yaitu `Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. `Kami tidak membeda-bedakan sedikit pun antara seorang rasul dengan rasul lainnya.'
Dan mereka mengatakan, `Kami dengar dan kami taat. Ya Tuhan kami, ampunilah kami, dan kepada Engkaulah tempat kami kembali.' Setelah mereka mengamalkan ayat itu, maka Allah menasakh ayat tadi dengan ayat, `Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari (kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), `Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau khilaf.'"
Sesungguhnya Cinta Itu (Tidak) Kontroversial
Ingatkah saat Anda dulu jatuh cinta? Atau mungkin saat ini Anda tengah mengalaminya? Itulah yang sedang terjadi pada salah seorang sahabat saya. Akhir-akhir ini tingkah lakunya berubah drastis. Ia jadi suka termenung dan matanya sering menerawang jauh. Jemari tangannya sibuk ketak-ketik di atas tombol telpon genggamnya, sambil sesekali tertawa renyah, berbalas pesan dengan pujaan hatinya. Di lain waktu dia uring-uringan, namun begitu mendengar nada panggil polyphonic dari alat komunikasi kecil andalannya itu, wajahnya seketika merona. Lagu-lagu romantis menjadi akrab di telinganya. Penampilannya pun kini rapi, sesuatu yang dulu luput dari perhatiannya. Bahkan menurutnya nuansa mimpi pun sekarang lebih berbunga-bunga. Baginya semuanya jadi tampak indah, warna-warni, dan wangi semerbak.
Lebih mencengangkan lagi, di apartemennya bertebaran buku-buku karya Kahlil Gibran, pujangga Libanon yang banyak menghasilkan masterpiece bertema cinta. Tak cuma menghayati, kini dia pun menjadi penyair yang mampu menggubah puisi cinta. Sesekali dilantunkannya bait-bait syair. "Cinta adalah kejujuran dan kepasrahan yang total. Cinta mengarus lembut, mesra, sangat dalam dan sekaligus intelek. Cinta ibarat mata air abadi yang senantiasa mengalirkan kesegaran bagi jiwa-jiwa dahaga."
Saya tercenung melihat cintanya yang begitu mendalam. Namun, tak urung menyeruak juga sebersit kontradiksi yang mengusik lubuk hati. Sebagai manusia, wajar jika saya ingin merasakan totalitas mencintai dan dicintai seseorang seperti dia. Tapi bukankah kita diwajibkan untuk mencintai Allah lebih dari mencintai makhluk dan segala ciptaan-Nya?
Lantas apakah kita tidak boleh mencintai seseorang seperti sahabat saya itu? Bagaimana menyikapi cinta pada seseorang yang tumbuh dari lubuk hati? Apakah cinta itu adalah karunia sehingga boleh dinikmati dan disyukuri ataukah berupa godaan sehingga harus dibelenggu? Bagaimana sebenarnya Islam menuntun umatnya dalam mengapresiasi cinta? Tak mudah rasanya menemukan jawaban dari kontroversi cinta ini.
Alhamdulillah, suatu hari ada pencerahan dari tausyiah dalam sebuah majelis taklim bulanan. Islam mengajarkan bahwa seluruh energi cinta manusia seyogyanya digiring mengarah pada Sang Khalik, sehingga cinta kepada-Nya jauh melebihi cinta pada sesama makhluk. Justru, cinta pada sesama makhluk dicurahkan semata-mata karena mencintai-Nya. Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah 165, "Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.
Jadi Allah SWT telah menyampaikan pesan gamblang mengenai perbedaan dan garis pemisah antara orang-orang yang beriman dengan yang tidak beriman melalui indikator perasaan cintanya. Orang yang beriman akan memberikan porsi, intensitas, dan kedalaman cintanya yang jauh lebih besar pada Allah. Sedangkan orang yang tidak beriman akan memberikannya justru kepada selain Allah, yaitu pada makhluk, harta, atau kekuasaan.
Islam menyajikan pelajaran yang berharga tentang manajemen cinta; tentang bagaimana manusia seharusnya menyusun skala prioritas cintanya. Urutan tertinggi perasaan cinta adalah kepada Allah SWT, kemudian kepada Rasul-Nya (QS 33: 71). Cinta pada sesama makhluk diurutkan sesuai dengan firman-Nya (QS 4: 36), yaitu kedua orang ibu-bapa, karib-kerabat (yang mahram), anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Sedangkan harta, tempat tinggal, dan kekuasaan juga mendapat porsi untuk dicintai pada tataran yang lebih rendah (QS 9: 24).
Subhanallah!
***
Perasaan cinta adalah abstrak. Namun perasaan cinta bisa diwujudkan sebagai perilaku yang tampak oleh mata. Di antara tanda-tanda cinta seseorang kepada Allah SWT adalah banyak bermunajat, sholat sunnah, membaca Al Qur’an dan berdzikir karena dia ingin selalu bercengkerama dan mencurahkan semua perasaan hanya kepada-Nya. Bila Sang Khaliq memanggilnya melalui suara adzan maka dia bersegera menuju ke tempat sholat agar bisa berjumpa dengan-Nya. Bahkan bila malam tiba, dia ikhlas bangun tidur untuk berduaan (ber-khalwat) dengan Rabb kekasihnya melalui shalat tahajjud. Betapa indahnya jalinan cinta itu!
Tidak hanya itu. Apa yang difirmankan oleh Sang Khaliq senantiasa didengar, dibenarkan, tidak dibantah, dan ditaatinya. Kali ini saya baru mengerti mengapa iman itu diartikan sebagai mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Seluruh ayat-Nya dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa sehingga seseorang yang mencintai-Nya merasa sanggup berkorban dengan jiwa, raga, dan harta benda demi membela agama-Nya.
Totalitas rasa cinta kepada Allah SWT juga merasuk hingga sekujur roh dan tubuhnya. Dia selalu mengharapkan rahmat, ampunan, dan ridha-Nya pada setiap tindak-tanduk dan tutur katanya. Rasa takut atau cemas selalu timbul kalau-kalau Dia menjauhinya, bahkan hatinya merana tatkala membayangkan azab Rabb-nya akibat kealpaannya. Yang lebih dahsyat lagi, qalbunya selalu bergetar manakala mendengar nama-Nya disebut. Singkatnya, hatinya tenang bila selalu mengingat-Nya. Benar-benar sebuah cinta yang sempurna.
Puji syukur ya Allah, saya menjadi lebih paham sekarang! Cinta memang anugerah yang terindah dari Maha Pencipta. Tapi banyak manusia keliru menafsirkan dan menggunakannya. Islam tidak menghendaki cinta dikekang, namun Islam juga tidak ingin cinta diumbar mengikuti hawa nafsu seperti kasus sahabat saya tadi.
Jika saja dia mencintai Allah SWT melebihi rasa sayang pada kekasihnya. Bila saja pujaan hatinya itu adalah sosok mukmin yang diridhai oleh-Nya. Dan andai saja gelora cintanya itu diungkapkan dengan mengikuti syariat-Nya yaitu bersegera membentuk keluarga sakinah, mawaddah, penuh rahmah dan amanah... Ah, betapa bahagianya dia di dunia dan akhirat...
Alangkah indahnya Islam! Di dalamnya ada syariat yang mengatur bagaimana seharusnya manusia mengelola perasaan cintanya, sehingga menghasilkan cinta yang lebih dalam, lebih murni, dan lebih abadi. Cinta seperti ini diilustrasikan dalam sebuah syair karya Ibnu Hasym, seorang ulama sekaligus pujangga dan ahli hukum dari Andalusia Spanyol dalam bukunya Kalung Burung Merpati (Thauqul Hamamah), "Cinta itu bagaikan pohon, akarnya menghujam ke tanah dan pucuknya banyak buah.
Wallahua’lam bish-showab.
Lebih mencengangkan lagi, di apartemennya bertebaran buku-buku karya Kahlil Gibran, pujangga Libanon yang banyak menghasilkan masterpiece bertema cinta. Tak cuma menghayati, kini dia pun menjadi penyair yang mampu menggubah puisi cinta. Sesekali dilantunkannya bait-bait syair. "Cinta adalah kejujuran dan kepasrahan yang total. Cinta mengarus lembut, mesra, sangat dalam dan sekaligus intelek. Cinta ibarat mata air abadi yang senantiasa mengalirkan kesegaran bagi jiwa-jiwa dahaga."
Saya tercenung melihat cintanya yang begitu mendalam. Namun, tak urung menyeruak juga sebersit kontradiksi yang mengusik lubuk hati. Sebagai manusia, wajar jika saya ingin merasakan totalitas mencintai dan dicintai seseorang seperti dia. Tapi bukankah kita diwajibkan untuk mencintai Allah lebih dari mencintai makhluk dan segala ciptaan-Nya?
Lantas apakah kita tidak boleh mencintai seseorang seperti sahabat saya itu? Bagaimana menyikapi cinta pada seseorang yang tumbuh dari lubuk hati? Apakah cinta itu adalah karunia sehingga boleh dinikmati dan disyukuri ataukah berupa godaan sehingga harus dibelenggu? Bagaimana sebenarnya Islam menuntun umatnya dalam mengapresiasi cinta? Tak mudah rasanya menemukan jawaban dari kontroversi cinta ini.
Alhamdulillah, suatu hari ada pencerahan dari tausyiah dalam sebuah majelis taklim bulanan. Islam mengajarkan bahwa seluruh energi cinta manusia seyogyanya digiring mengarah pada Sang Khalik, sehingga cinta kepada-Nya jauh melebihi cinta pada sesama makhluk. Justru, cinta pada sesama makhluk dicurahkan semata-mata karena mencintai-Nya. Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah 165, "Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.
Jadi Allah SWT telah menyampaikan pesan gamblang mengenai perbedaan dan garis pemisah antara orang-orang yang beriman dengan yang tidak beriman melalui indikator perasaan cintanya. Orang yang beriman akan memberikan porsi, intensitas, dan kedalaman cintanya yang jauh lebih besar pada Allah. Sedangkan orang yang tidak beriman akan memberikannya justru kepada selain Allah, yaitu pada makhluk, harta, atau kekuasaan.
Islam menyajikan pelajaran yang berharga tentang manajemen cinta; tentang bagaimana manusia seharusnya menyusun skala prioritas cintanya. Urutan tertinggi perasaan cinta adalah kepada Allah SWT, kemudian kepada Rasul-Nya (QS 33: 71). Cinta pada sesama makhluk diurutkan sesuai dengan firman-Nya (QS 4: 36), yaitu kedua orang ibu-bapa, karib-kerabat (yang mahram), anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Sedangkan harta, tempat tinggal, dan kekuasaan juga mendapat porsi untuk dicintai pada tataran yang lebih rendah (QS 9: 24).
Subhanallah!
***
Perasaan cinta adalah abstrak. Namun perasaan cinta bisa diwujudkan sebagai perilaku yang tampak oleh mata. Di antara tanda-tanda cinta seseorang kepada Allah SWT adalah banyak bermunajat, sholat sunnah, membaca Al Qur’an dan berdzikir karena dia ingin selalu bercengkerama dan mencurahkan semua perasaan hanya kepada-Nya. Bila Sang Khaliq memanggilnya melalui suara adzan maka dia bersegera menuju ke tempat sholat agar bisa berjumpa dengan-Nya. Bahkan bila malam tiba, dia ikhlas bangun tidur untuk berduaan (ber-khalwat) dengan Rabb kekasihnya melalui shalat tahajjud. Betapa indahnya jalinan cinta itu!
Tidak hanya itu. Apa yang difirmankan oleh Sang Khaliq senantiasa didengar, dibenarkan, tidak dibantah, dan ditaatinya. Kali ini saya baru mengerti mengapa iman itu diartikan sebagai mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Seluruh ayat-Nya dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa sehingga seseorang yang mencintai-Nya merasa sanggup berkorban dengan jiwa, raga, dan harta benda demi membela agama-Nya.
Totalitas rasa cinta kepada Allah SWT juga merasuk hingga sekujur roh dan tubuhnya. Dia selalu mengharapkan rahmat, ampunan, dan ridha-Nya pada setiap tindak-tanduk dan tutur katanya. Rasa takut atau cemas selalu timbul kalau-kalau Dia menjauhinya, bahkan hatinya merana tatkala membayangkan azab Rabb-nya akibat kealpaannya. Yang lebih dahsyat lagi, qalbunya selalu bergetar manakala mendengar nama-Nya disebut. Singkatnya, hatinya tenang bila selalu mengingat-Nya. Benar-benar sebuah cinta yang sempurna.
Puji syukur ya Allah, saya menjadi lebih paham sekarang! Cinta memang anugerah yang terindah dari Maha Pencipta. Tapi banyak manusia keliru menafsirkan dan menggunakannya. Islam tidak menghendaki cinta dikekang, namun Islam juga tidak ingin cinta diumbar mengikuti hawa nafsu seperti kasus sahabat saya tadi.
Jika saja dia mencintai Allah SWT melebihi rasa sayang pada kekasihnya. Bila saja pujaan hatinya itu adalah sosok mukmin yang diridhai oleh-Nya. Dan andai saja gelora cintanya itu diungkapkan dengan mengikuti syariat-Nya yaitu bersegera membentuk keluarga sakinah, mawaddah, penuh rahmah dan amanah... Ah, betapa bahagianya dia di dunia dan akhirat...
Alangkah indahnya Islam! Di dalamnya ada syariat yang mengatur bagaimana seharusnya manusia mengelola perasaan cintanya, sehingga menghasilkan cinta yang lebih dalam, lebih murni, dan lebih abadi. Cinta seperti ini diilustrasikan dalam sebuah syair karya Ibnu Hasym, seorang ulama sekaligus pujangga dan ahli hukum dari Andalusia Spanyol dalam bukunya Kalung Burung Merpati (Thauqul Hamamah), "Cinta itu bagaikan pohon, akarnya menghujam ke tanah dan pucuknya banyak buah.
Wallahua’lam bish-showab.
Selasa, 10 November 2009
catatan kecil
suatu sa'at akan ada suatu golongan yg akan mengklaim kberhasilan/kemajuan (syariah)islam, bhwa dgn ajaran dialah islam bisa seprti ini,bahkan golongan2 slain mereka juga akn mengklaim kbrhasilan islam, mereka tdk akn sadar bhwa alloh lah yg menakdirkan smua itu. Di stiap tahun akan ada ajaran2 yg baru2, dan smua ajarn yg bru2 itu batil(tidak diterima) kalo ajaran baru itu membuat ummat dgn ummat yg sama(islam) mereka saling cekcok, bodohnya lagi mereka saling membicarakan/ mengadu2 ilmu2nya alloh kesana kemari,akan tetapi mereka-mereka tak satupun melakukanya perintah2 alloh, . ( sprti contoh kecil sj mereka tdk bisa menjaga dosa2 yg di sbbkan oleh
mulud,mata,tangan, kaki & laen-laen, yg paling sy tak suka mereka masih makan2 dari duit...
... RIBA, sdangkan di zman rosululloh,ia slalu brhati2 dlm mslah riba,
malu dong kalo kita ummatnya penegak syariah MASIH SLALU,MENGGUNAKAN,HARTA RIBA
(solusinya... Kepada alloh lah mari kita kmbali kepadanya) .
*MEMPERBAIKI ITU LEBIH BAIK DARI PADA MEMBUAT LAGI.* klo kita membaca tulisan di atas hati kita kok merasa/ menjadi sakit/panas/tersinggung udah pastinya kita mendapat rahmat dari ALLOH, amin. bersambung...
mulud,mata,tangan, kaki & laen-laen, yg paling sy tak suka mereka masih makan2 dari duit...
... RIBA, sdangkan di zman rosululloh,ia slalu brhati2 dlm mslah riba,
malu dong kalo kita ummatnya penegak syariah MASIH SLALU,MENGGUNAKAN,HARTA RIBA
(solusinya... Kepada alloh lah mari kita kmbali kepadanya) .
*MEMPERBAIKI ITU LEBIH BAIK DARI PADA MEMBUAT LAGI.* klo kita membaca tulisan di atas hati kita kok merasa/ menjadi sakit/panas/tersinggung udah pastinya kita mendapat rahmat dari ALLOH, amin. bersambung...
Langganan:
Postingan (Atom)